Megadewa88 portal,JAKARTA, Humas BPK – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat sejumlah persoalan dalam pelaksanaan program peningkatan jumlah dan mutu jalan yang dijalankan oleh pemerintah daerah. Beberapa di antaranya adalah belum semua daerah menetapkan ruas jalan berdasarkan fungsi dan kelasnya, serta belum memiliki pedoman teknis maupun standar pelaksanaan pembangunan jalan, termasuk pedoman penetapan prioritas perbaikan dan pemeliharaan jalan.
Selain itu, ditemukan pula kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian antara pekerjaan yang dilaksanakan dengan spesifikasi teknis, serta pelanggaran terhadap aturan yang berdampak pada kerugian dari aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas senilai total Rp226,59 miliar.

Temuan ini disampaikan oleh Ketua BPK, Isma Yatun, saat menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 serta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023 kepada Ketua DPD RI, A.A. Lanyalla Mahmud Mattalitti, dalam rapat paripurna DPD di Jakarta, Rabu (5/6).
Baca Juga: IHSG Menguat Menjelang Akhir Pekan ke 7.537
“Pada realisasi belanja pemerintah daerah, BPK mencatat adanya kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang pada 165 pemerintah daerah senilai Rp249,52 miliar. Selain itu, ditemukan pula volume yang tidak sesuai, pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi atau perlu diperbaiki di 118 daerah senilai Rp134,68 miliar. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tercatat di 126 daerah dengan nilai Rp100,32 miliar, serta pemborosan atau harga yang tidak wajar di 56 daerah sebesar Rp86,44 miliar,” ungkap Isma Yatun.
Ia juga menjelaskan bahwa IHPS kali ini turut mencakup hasil audit tematik terhadap dua prioritas nasional, yaitu pengembangan wilayah dan revolusi mental serta pembangunan kebudayaan.
Dalam pemeriksaan atas pengembangan wilayah, ditemukan sejumlah permasalahan seperti belum adanya regulasi mengenai insentif pajak dan retribusi daerah, ketersediaan sistem air bersih yang belum optimal, kurangnya infrastruktur jalan, serta belum tersedianya tempat dan instalasi pengolahan sampah akhir yang mendukung pengembangan kawasan strategis.
“Selain itu, anggaran yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban mandatory spending, baik untuk sektor pendidikan maupun infrastruktur, masih belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Sedangkan pada pemeriksaan terkait prioritas revolusi mental dan pembangunan kebudayaan, BPK menemukan bahwa belum semua mal pelayanan publik (MPP) memiliki struktur kelembagaan yang formal, belum maksimal dalam hal pelayanan cepat, dan belum melaksanakan evaluasi secara rutin.
Baca Juga:Istilah Rojali Apakah Berpengaruh dengan Daya Beli dan Perekonomian
IHPS juga menyoroti upaya pemerintah daerah dalam menurunkan angka prevalensi stunting. Ditemukan bahwa kebijakan terkait hal tersebut belum sepenuhnya masuk ke dalam dokumen perencanaan, serta pencatatan dan pelaporan dalam sistem informasi belum dilakukan secara optimal.
Ketua BPK menegaskan pentingnya peran aktif DPD dalam mendorong kepala daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK secara cepat sebagai bentuk kolaborasi dalam mendorong tata kelola keuangan yang akuntabel di tingkat daerah.
Hadir dalam acara tersebut Anggota I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana, Anggota II BPK Daniel Lumban Tobing, Wakil Ketua DPD Nono Sampono, sejumlah anggota DPD, serta pejabat tinggi madya di lingkungan BPK.

1 Komentar