Megadewa88 portal,Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melayangkan peringatan serius terkait rencana revisi Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia. Dalam kajian mendalamnya terhadap draf terbaru yang sedang digodok, Komnas HAM secara eksplisit mencatat adanya 21 pasal yang dinilai bermasalah secara substansial. Temuan ini segera memicu kekhawatiran di kalangan aktivis dan pakar hukum mengenai potensi kemunduran dalam upaya penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia.

Audit mendetail yang dilakukan oleh lembaga independen ini menunjukkan bahwa sejumlah klausul yang diusulkan dalam draf revisi tersebut berisiko melemahkan mandat, fungsi, dan wewenang Komnas HAM sebagai institusi penjamin hak-hak sipil. Lebih jauh, pasal-pasal bermasalah ini disinyalir dapat menimbulkan ketidakselarasan dengan prinsip-prinsip universal HAM yang telah diakui secara internasional dan terakomodasi dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Titik-Titik Krusial yang Mengancam Mandat Lembaga

Meskipun detail spesifik dari 21 pasal tersebut belum dipublikasikan secara utuh ke ruang publik, Komnas HAM mengindikasikan bahwa permasalahan utamanya berkisar pada upaya pembatasan independensi dan ruang gerak lembaga. Beberapa isu krusial yang diidentifikasi meliputi:

  1. Potensi Pengekangan Wewenang Investigasi: Terdapat kekhawatiran bahwa draf baru dapat membatasi atau mempersulit mekanisme penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Pembatasan ini dikhawatirkan akan menghambat upaya pencarian kebenaran dan keadilan bagi korban.
  2. Redefinisi dan Pembatasan Hak Asasi: Adanya kecenderungan untuk merevisi definisi atau cakupan hak asasi manusia itu sendiri, yang berpotensi mengecualikan kelompok-kelompok rentan atau membatasi hak-hak sipil dan politik tertentu dengan dalih ‘kepentingan umum’ yang terlalu luas dan multitafsir.
  3. Ancaman terhadap Independensi Kelembagaan: Beberapa pasal diduga dapat membuka celah intervensi dari eksekutif atau legislatif dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan internal Komnas HAM, yang mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip independensi lembaga HAM nasional (Paris Principles).

Desakan Agar Pemerintah dan Legislatif Bersinergi

Temuan ini secara implisit menjadi desakan tegas kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meninjau ulang secara serius dan komprehensif seluruh draf revisi tersebut. Komnas HAM menekankan bahwa proses legislasi yang melibatkan instrumen hak asasi manusia tidak boleh dilakukan secara terburu-buru atau tertutup. Revisi UU HAM, alih-alih menjadi alat untuk membatasi, seharusnya berfungsi sebagai katalisator untuk memperkuat supremasi hukum dan perlindungan HAM bagi seluruh warga negara.

Baca Juga:Hari Sumpah Pemuda, Prabowo bicara soal kesulitan rakyat

Perlunya pelibatan masyarakat sipil, akademisi, dan korban pelanggaran HAM secara aktif dalam setiap tahapan pembahasan menjadi prasyarat mutlak yang harus dipenuhi untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan benar-benar progresif, adil, dan berpihak pada hak-hak dasar kemanusiaan. Kekhawatiran ini menggarisbawahi bahwa penanganan 21 pasal bermasalah ini akan menjadi indikator penting komitmen politik negara terhadap agenda perlindungan hak asasi manusia ke depan.