Megadewa88 portal,Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI telah memastikan kelanjutan proses sidang etik terhadap sejumlah anggota dewan nonaktif, termasuk Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Nafa Urbach. Setelah menggelar sidang perdana yang beragendakan registrasi dan penelaahan materi perkara pada Rabu, 29 Oktober 2025, MKD kini mulai merancang jadwal pemanggilan para teradu yang dinonaktifkan oleh partai masing-masing pasca-polemik kritik publik. Penetapan jadwal ini menjadi babak krusial yang dinantikan, sebagai penentu arah akhir dari dugaan pelanggaran etik yang memicu sorotan tajam masyarakat.

Babak Awal Sidang Etik: Fokus pada Administrasi dan Penjadwalan

Dalam keterangan resmi yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, sidang perdana MKD telah berlangsung sesuai rencana pada masa reses. Namun, sidang awal tersebut, yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB, bersifat internal dan tertutup. Agenda utamanya adalah melakukan registrasi perkara secara resmi dan mengkaji secara mendalam materi aduan yang masuk. Pimpinan DPR menegaskan bahwa para anggota dewan yang berstatus teradu tidak diwajibkan, bahkan sesuai aturan, tidak diundang untuk hadir dalam sidang administratif ini. Fokus utama dari pertemuan internal MKD adalah untuk meneliti legalitas laporan dan materi aduan, serta merumuskan jadwal sidang-sidang berikutnya yang akan melibatkan pemanggilan individu teradu.

Dasco menambahkan bahwa seluruh tahapan proses diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme internal MKD, yang kini bertugas menyusun agenda detail, menentukan urutan pemanggilan, serta memastikan transparansi proses berjalan sebagaimana mestinya. Keputusan untuk tetap menggelar sidang pada masa reses, seperti yang telah diizinkan oleh Pimpinan DPR, menunjukkan komitmen parlemen untuk merespons cepat desakan publik terkait isu ini.

Konteks Pelanggaran Etik: Sentimen Publik dan Kritisisme

Proses sidang etik yang tengah berjalan ini merupakan buntut dari rentetan komentar dan pernyataan publik yang dilontarkan oleh lima anggota dewan nonaktif tersebut pasca-gelombang demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025. Pernyataan yang mereka sampaikan, termasuk penjelasan data sensitif mengenai kenaikan tunjangan perumahan anggota dewan hingga komentar yang dinilai tidak berempati terhadap kondisi masyarakat dan kritik yang dilayangkan, dianggap mencederai perasaan rakyat Indonesia.

Laporan yang masuk ke MKD merujuk pada dugaan bahwa tindakan para anggota dewan tersebut telah melanggar kode etik dan tata tertib dewan, terutama dalam hal menjaga martabat dan kehormatan lembaga legislatif. Penonaktifan mereka dari posisinya di DPR oleh partai politik masing-masing (Nasdem, Golkar, PAN) yang berlaku sejak 1 September 2025, adalah sanksi awal yang menggarisbawahi keseriusan isu ini. Selain dinonaktifkan dari status keanggotaan, kelimanya juga telah dihentikan pemberian gaji dan tunjangan kedewanan.

Menanti Pekan Krusial: Pemanggilan Para Teradu

Dengan selesainya agenda registrasi, sorotan kini beralih sepenuhnya pada jadwal pemanggilan individu para teradu. Meskipun detail tanggal spesifik untuk pemanggilan Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Adies Kadir, dan Eko Patrio belum diumumkan secara definitif, dapat dipastikan bahwa sesi pemanggilan tersebut akan menjadi babak paling krusial dalam proses etik ini.

Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda, Prabowo bicara soal kesulitan rakyat

Sidang pemanggilan akan memberikan kesempatan kepada para teradu untuk memberikan klarifikasi dan pembelaan atas dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan. Hasil dari sidang-sidang ini tidak hanya akan menentukan sanksi internal yang mungkin dijatuhkan oleh MKD, tetapi juga akan memengaruhi kredibilitas DPR secara keseluruhan di mata publik. Keputusan MKD diharapkan dapat menjawab tuntutan publik akan disiplin dan akuntabilitas parlemen. Kelanjutan nasib politik mereka di Parlemen, yang kini dipertaruhkan, akan sangat bergantung pada hasil putusan etik yang akan dikeluarkan oleh MKD. Publik, serta partai politik yang menonaktifkan mereka, kini tengah menanti secara seksama proses ini untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum internal