Megadewa88 portal,BANDUNG – Di tengah gempuran tren kuliner modern dan adaptasi citarasa global yang kian masif, odading tetap berdiri kokoh sebagai entitas kuliner yang tak lekang oleh waktu. Penganan berbahan dasar tepung terigu dengan profil rasa manis yang khas ini bukan sekadar camilan tradisional, melainkan sebuah warisan kultural yang merepresentasikan kesederhanaan dan kehangatan interaksi sosial di berbagai sudut kota, khususnya di tanah Pasundan. Keberadaannya yang legendaris kini kembali menjadi sorotan sebagai simbol ketahanan produk lokal dalam mempertahankan identitas di era kontemporer.

Akar Historis dan Filosofi di Balik Nama

Eksistensi odading menyimpan narasi sejarah yang unik dan sering kali dikaitkan dengan interaksi budaya pada masa kolonial. Etimologi namanya diyakini berasal dari kekaguman seorang anak berkebangsaan Belanda yang melihat kue goreng buatan warga lokal, yang kemudian memancing ibunya berucap, “O, dat ding!” (Oh, benda itu!). Sejak saat itu, penyebutan tersebut bertransformasi menjadi identitas resmi yang melekat pada roti goreng tanpa isi ini. Secara filosofis, odading melambangkan kearifan lokal dalam mengolah bahan-bahan sederhana—seperti tepung, gula, dan ragi—menjadi sajian yang memiliki nilai ekonomi dan sosial yang tinggi.

Teksturnya yang unik, yakni perpaduan antara lapisan luar yang renyah (crunchy) dan bagian dalam yang empuk serta berongga, menjadi standar kualitas yang terus dipertahankan oleh para perajin kuliner tradisional. Penggunaan biji wijen di permukaan atasnya tidak hanya memberikan dimensi tekstur tambahan, tetapi juga memperkuat aroma kacang-kacangan yang gurih, menciptakan keseimbangan rasa yang presisi.

Ritual Pembuatan dan Preservasi Kualitas Otentik

Keberhasilan odading mempertahankan status “legendaris” terletak pada proses pembuatannya yang masih menjunjung tinggi metode konvensional. Para pedagang yang telah menekuni usaha ini secara turun-temurun memahami bahwa kunci utama terletak pada proses fermentasi adonan. Durasi pendiaman adonan harus dilakukan secara akurat guna menghasilkan tingkat kekenyalan yang pas, sehingga saat digoreng dalam suhu minyak yang stabil, adonan dapat mengembang sempurna tanpa menyerap minyak secara berlebihan.

Dalam penyajiannya yang paling otentik, odading sering kali dipasangkan dengan cakwe, menciptakan duet kuliner manis dan gurih yang menjadi menu sarapan atau teman minum teh favorit bagi lintas generasi. Detail-detail teknis dalam proses produksinya meliputi:

  • Pemilihan Bahan Baku: Penggunaan tepung terigu protein tinggi untuk memastikan struktur roti tetap kokoh namun lembut saat dikunyah.

  • Teknik Penggorengan: Menggunakan wajan besar dengan api yang dikontrol secara manual untuk mendapatkan warna cokelat keemasan (golden brown) yang merata.

  • Konsistensi Rasa: Rahasia proporsi gula yang tidak berlebihan, sehingga rasa manisnya tetap elegan dan tidak menutupi aroma alami gandum.

Relevansi Ekonomi dan Diplomasi Kuliner Masa Kini

Di era digital, fenomena odading sempat mengalami eskalasi popularitas yang luar biasa berkat kekuatan media sosial. Hal ini membuktikan bahwa produk tradisional memiliki daya tarik universal jika dikemas dengan narasi yang tepat. Namun, lebih dari sekadar tren sesaat, odading berperan penting dalam menggerakkan ekonomi mikro di sektor informal. Banyak gerobak odading di pinggir jalan kini menjadi destinasi wisata kuliner yang dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah, mempertegas posisinya sebagai ikon daya tarik daerah.

Baca Juga:Rahasia Kelezatan Sambel Plecing Jeng Kelin Yang Bikin Lidah Ketagihan

Preservasi terhadap penganan manis ini menjadi krusial agar nilai-nilai historis yang dikandungnya tidak tergerus oleh standarisasi industri makanan cepat saji. Odading bukan hanya tentang rasa, tetapi tentang memori kolektif masyarakat yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini melalui satu gigitan yang sarat makna. Dengan dedikasi para pedagang tradisional yang tetap setia pada resep orisinal, odading diprediksi akan terus menjadi primadona kuliner yang menemani perjalanan waktu bagi generasi-generasi mendatang.