Megadewa88portal,Jakarta – Gubernur Bali, I Wayan Koster, menegaskan penolakannya terhadap rencana pembangunan kasino di Pulau Dewata. Meski di tawari pendapatan hingga Rp100 triliun, Koster menilai pembangunan kasino akan merusak identitas budaya Bali yang menjadi daya tarik utama pariwisata. Langkah tegas ini mendapat perhatian publik karena menyangkut masa depan ekonomi dan budaya Bali.

Penolakan yang Berdasarkan Prinsip Budaya

Pada Jumat, 15 Agustus 2025, dalam acara pengarahan di Taman Budaya Art Center, Denpasar, Koster mengungkapkan bahwa ia pernah di tawari pembangunan kasino dengan iming-iming pendapatan daerah sebesar Rp100 triliun. Namun, tawaran tersebut langsung di tolaknya karena bertentangan dengan prinsip pariwisata Bali yang berbasis budaya. Ia menekankan, “Taruhan masa depan Bali ini adalah pada pariwisata yang berbasis budaya.”

Koster menambahkan, jika Bali mengikuti jejak negara lain membangun kasino, maka pulau ini akan kehilangan keunikan dan daya tarik yang di milikinya. Budaya Bali adalah aset yang tidak dapat di tandingi destinasi lain di dunia. Menjaga budaya berarti juga menjaga masa depan ekonomi Bali yang berkelanjutan melalui pariwisata.

Iming-Iming Rp100 Triliun yang Ditolak

Koster mengakui tawaran pembangunan kasino dengan potensi pendapatan sebesar Rp100 triliun memang menggiurkan. Namun, ia menilai risiko yang timbul lebih besar daripada keuntungan sementara. Sekali Bali salah langkah dan meninggalkan basis budaya, kerugian yang di alami bisa jauh lebih besar dan mengancam masa depan pulau ini.

Ia juga berharap masyarakat dan pelaku usaha tidak mudah tergoda tawaran yang merusak nilai budaya. Bali harus kokoh dan prinsipil dalam mempertahankan pariwisata berbasis budaya sebagai identitas utamanya. Penolakan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian budaya.

Baca juga : Wae Rebo: Desa di Atas Awan yang Memikat Hati

Selain itu, Koster mendorong promosi pariwisata berbasis budaya agar wisatawan tetap tertarik datang ke Bali. Ia menekankan, pembangunan pariwisata modern tetap bisa dilakukan tanpa harus mengorbankan nilai-nilai adat dan tradisi yang sudah menjadi ciri khas Pulau Dewata.

Dengan sikap tegas ini, Bali menunjukkan bahwa pembangunan yang merusak budaya tidak akan di toleransi. Pariwisata dan budaya harus berjalan beriringan untuk menciptakan ekonomi yang berkelanjutan. Keputusan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian budaya.