Megadewa88 portal,JAKARTA, [Tanggal Hari Ini] – Dalam khazanah kekayaan kuliner Indonesia, Jadah menempati posisi istimewa sebagai representasi sejati dari kesederhanaan bahan namun kaya akan makna budaya dan cita rasa Nusantara. Penganan tradisional yang terbuat dari olahan beras ketan dan kelapa parut ini bukan sekadar jajanan pasar biasa, melainkan sebuah warisan gastronomi yang menyimpan jejak sejarah dan filosofi mendalam, khususnya bagi masyarakat Jawa.

Proses pembuatan Jadah mencerminkan keunikan kuliner tradisional. Beras ketan dimasak secara bertahap: dikukus setengah matang, dicampur dengan santan kental dan sedikit garam untuk menghasilkan rasa gurih, kemudian dikukus kembali hingga santan terserap sempurna. Puncaknya, adonan ketan tersebut ditumbuk secara manual hingga mencapai tekstur yang padat, pulen, dan lengket. Proses penumbukan ini, secara tradisional, sering kali melibatkan gotong royong, memperkuat nilai solidaritas masyarakat yang direfleksikan dalam sifat ‘lengket’ dari hidangan itu sendiri.
Keberagaman Sajian dan Simbolisme Budaya
Jadah dikenal dengan berbagai varian penyajian di berbagai daerah, yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Jadah sering disajikan dalam potongan-potongan kecil yang gurih, kerap kali disantap bersama tempe bacem yang manis legit, menciptakan perpaduan rasa gurih-manis yang unik. Sementara itu, varian Jadah Bakar, yang disajikan hangat dengan aroma khas asap dari proses pemanggangan, menjadi jajanan populer yang dicari, bahkan di pagi buta. Ada pula Jadah Blondo khas Solo, yang disajikan bersama ampas santan kental yang dimasak lama, menghasilkan gumpalan gurih yang sangat memikat.
Lebih dari sekadar camilan, Jadah memiliki peran penting dalam berbagai upacara adat masyarakat Jawa. Kehadirannya dalam acara-acara sakral seperti pernikahan atau syukuran (kenduri) melambangkan harapan akan hubungan yang erat, kokoh, dan tak terpisahkan—seperti teksturnya yang lengket. Sifatnya yang sederhana dan mengenyangkan juga menjadikannya simbol ketahanan pangan rakyat yang bersumber dari hasil bumi lokal.
Pelestarian di Tengah Gempuran Modernisasi
Di tengah gempuran masif makanan cepat saji global, eksistensi Jadah tetap terjaga berkat kegigihan para pelaku usaha mikro dan pedagang kaki lima. Mereka konsisten menyajikan rasa otentik dengan harga yang terjangkau, memastikan bahwa cita rasa masa lalu ini tidak lekang oleh waktu. Para pedagang ini, dengan segala keterbatasan modal dan tanpa dukungan anggaran besar, menjadi pilar utama pelestarian yang mempertahankan Jadah sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner Nusantara.
Baca Juga: Nasi Goreng Kambing Kebon Sirih: Kuliner Legendaris Jakarta yang Tak Pernah Sepi
Oleh karena itu, Jadah tidak hanya menyuguhkan kenikmatan gurih dan pulen di lidah. Ia adalah manifestasi dari kearifan lokal, sebuah hidangan sederhana yang berhasil merangkum semangat kebersamaan, daya tahan, dan filosofi budaya yang kuat, menjadikannya sebuah masterpiece kuliner berjiwa Nusantara sejati.

Tinggalkan Balasan