Megadewa88 portalJakarta, Indonesia – Kasus keracunan massal yang menimpa sejumlah siswa di wilayah Tuban dan Bojonegoro akibat dugaan konsumsi makanan dengan kandungan MBG (Mono-Bahan Glutamat) yang berlebihan telah memicu reaksi cepat dari lembaga legislatif. Tiga pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara serentak mengeluarkan pernyataan yang menyoroti insiden ini, menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap keamanan pangan di lingkungan pendidikan dan perlindungan kesehatan generasi muda.

Desakan untuk Audit Menyeluruh Keamanan Pangan Sekolah

Pimpinan pertama DPR RI menyuarakan keprihatinan mendalam atas insiden keracunan tersebut, terutama mengingat korban mayoritas adalah anak-anak sekolah. Dalam tanggapannya yang formal, beliau mendesak kementerian dan lembaga terkait—khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan—untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh rantai pasok dan penyedia makanan di lingkungan sekolah, baik itu kantin maupun katering.

Penekanan utama dari pimpinan ini adalah pada aspek pencegahan dan standar operasional prosedur (SOP). Menurut beliau, kasus keracunan yang diduga kuat disebabkan oleh kandungan zat aditif makanan yang tidak terkontrol, seperti MBG, mengindikasikan adanya kelalaian sistematis dalam pengawasan. Diperlukan tindakan tegas berupa penarikan izin edar atau pengenaan sanksi berat bagi produsen atau pedagang yang terbukti melanggar standar kesehatan dan membahayakan konsumen. Tanggapan ini mencerminkan fokus legislatif pada penegakan regulasi yang ada.

Sorotan pada Edukasi Pangan dan Peran Orang Tua

Pimpinan DPR RI yang kedua menyoroti dimensi edukasi pangan dan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat. Beliau menyatakan bahwa kasus keracunan ini harus dijadikan momentum evaluasi besar-besaran terhadap kurikulum kesehatan sekolah dan program sosialisasi keamanan pangan. Dalam konteks kasus MBG ini, beliau menggarisbawahi pentingnya edukasi mendalam kepada orang tua, guru, dan terutama pedagang kecil mengenai batas aman penggunaan bahan tambahan makanan (BTM).

Menurut pandangan pimpinan kedua, pencegahan tidak hanya bergantung pada pengawasan pemerintah, melainkan juga pada literasi pangan yang kuat di tingkat keluarga dan sekolah. Beliau meminta Dinas Pendidikan di daerah untuk bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk menyelenggarakan lokakarya rutin mengenai gizi seimbang dan risiko zat aditif, sehingga para siswa dan orang tua dapat membuat pilihan konsumsi yang lebih bijak dan proaktif.

Pentingnya Perlindungan Korban dan Evaluasi Kebijakan Lokal

Sementara itu, pimpinan ketiga DPR RI memfokuskan tanggapannya pada perlindungan dan penanganan korban. Beliau meminta pemerintah daerah Tuban dan Bojonegoro untuk memastikan bahwa seluruh siswa yang menjadi korban keracunan, terutama yang mengalami gejala parah seperti sesak napas, mendapatkan perawatan medis terbaik tanpa terkendala biaya. Prioritas utama haruslah pemulihan total kesehatan para siswa.

Baca Juga:Tuban–Bojonegoro alami keracunan MBG, ada siswa sesak napas

Lebih lanjut, pimpinan ketiga ini mendesak agar segera dilakukan evaluasi kebijakan lokal terkait perizinan dan pengawasan usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi jajanan sekolah. Kasus keracunan MBG ini, menurutnya, membuka mata bahwa pengawasan di tingkat daerah seringkali lemah. Beliau menekankan perlunya koordinasi yang lebih sinergis antara pemerintah kabupaten dan otoritas pangan nasional untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

Tanggapan serentak dari tiga pimpinan DPR ini memperlihatkan bahwa isu keracunan massal di Tuban-Bojonegoro telah menjadi isu nasional. Konsensus mereka berada pada titik yang sama: mendesak tindakan cepat, pengawasan ketat, dan reformasi edukasi untuk menjamin keamanan pangan bagi anak-anak Indonesia.