Megadewa88portal,Jakarta – Bagi pencinta kuliner Jakarta, Bakmi Gang Kelinci adalah nama yang tidak asing lagi. Berdiri sejak tahun 1957 di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, kedai ini sudah menjadi bagian dari sejarah kuliner ibu kota. Meski hanya berlokasi di gang kecil, cita rasa bakminya mampu menembus batas generasi dan tetap di gemari hingga kini. Keunikan rasanya yang autentik membuat pengunjung rela antre panjang setiap hari, hanya demi semangkuk mie ayam legendaris yang bikin nagih.
Rasa Klasik yang Konsisten dari Masa ke Masa
Bakmi Gang Kelinci di kenal dengan mie karet dan mie keriting yang di buat segar setiap hari. Teksturnya lembut namun kenyal, berpadu sempurna dengan potongan ayam rebus bumbu kecap dan kuah kaldu yang gurih ringan. Cita rasa khas ini tidak berubah sejak puluhan tahun lalu karena resepnya di wariskan secara turun-temurun. Setiap mangkuk di sajikan dengan presisi yang sama, menjadikannya simbol konsistensi dalam dunia kuliner Jakarta.
Selain mie ayam klasik, menu lain seperti pangsit goreng, bakso sapi, hingga bakmi yamin manis juga jadi favorit pelanggan. Bagi yang ingin sensasi berbeda, bisa mencoba mie lebar atau mie halus yang disesuaikan dengan selera. Harga yang ditawarkan masih terjangkau, mulai dari Rp35.000 hingga Rp55.000 per porsi, tergolong bersahabat untuk kualitas rasa yang legendaris.
Suasana di kedai Bakmi Gang Kelinci juga menambah daya tarik tersendiri. Meski tempatnya sederhana, atmosfernya terasa hangat dan nostalgik. Saat jam makan siang, antrean pelanggan sering mengular hingga ke depan gang, tapi hal itu tidak mengurangi antusiasme para pemburu kuliner. Banyak pengunjung yang datang bukan hanya untuk makan, tetapi juga untuk mengenang rasa masa lalu yang tak tergantikan.
Baca Juga : Sa Pa: Surga di Pegunungan Utara Vietnam
Kini, Bakmi Gang Kelinci telah membuka beberapa cabang di Jakarta dan sekitarnya, namun banyak yang tetap menganggap cabang Pasar Baru sebagai yang paling otentik. Warisan rasa dan sejarah panjangnya menjadikan Bakmi Gang Kelinci bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari identitas kuliner Jakarta yang terus hidup.
Tinggalkan Balasan