Megadewa88,Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekspor batu bara Indonesia mengalami penurunan signifikan pada semester pertama tahun 2025, sementara ekspor crude palm oil (CPO) justru mencatatkan pertumbuhan positif.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa secara keseluruhan, ekspor komoditas nonmigas utama Indonesia mencatatkan kenaikan nilai. Namun, batu bara menjadi satu-satunya yang mengalami kontraksi.

Optimalkan Potensi Batubara dan Mineral

“Secara kumulatif, ekspor batu bara turun sebesar 21,09 persen. Sebaliknya, nilai ekspor CPO dan produk turunannya naik 24,81 persen,” jelas Pudji dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, pada Jumat (1/8).

Baca Juga: PT GNI Dorong Ekspor Nikel dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Berdasarkan data, ekspor batu bara dari Januari hingga Juni 2024 mencapai 196,65 juta ton dengan harga rata-rata US$77,24 per ton. Namun, pada periode yang sama di tahun 2025, volume ekspornya turun menjadi 184,19 juta ton—penurunan 6,33 persen—dan harga rata-rata juga terkoreksi 15,86 persen menjadi US$64,99 per ton.

Sementara itu, ekspor CPO menunjukkan arah sebaliknya. Harga komoditas ini meningkat sebesar 22,21 persen, dari US$861,65 menjadi US$1.053,03 per ton. Volume ekspor pun naik dari 10,72 juta ton menjadi 11 juta ton.

Baca Juga: Indonesia Pegang Mayoritas Saham Freeport, Apakah Sudah Benar-Benar Menguasai?

Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia tetap mencatatkan surplus sebesar US$4,10 miliar pada Juni 2025, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencatat surplus US$4,30 miliar.

“Surplus neraca perdagangan barang pada Juni 2025 mencapai US$4,10 miliar. Ini memperpanjang tren surplus Indonesia yang telah berlangsung selama 62 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” tambah Pudji.

Baca Juga: Hitung Mundur Tarif Trump: Pengusaha RI Minta Sederet Stimulus

Total surplus neraca perdagangan Indonesia untuk periode Januari hingga Juni 2025 tercatat sebesar US$19,48 miliar.

Menanggapi penurunan surplus tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa hal itu masih dalam batas wajar.

“Surplusnya memang sedikit turun, tapi yang penting masih surplus,” ujar Airlangga santai saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.

Ia juga menyebutkan dua penyebab utama penurunan itu, yakni ketidakpastian tarif akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump serta tren penurunan harga komoditas global