Megadewa88 portal,Jakarta – Wacana mengenai potensi pembesaran struktur kabinet di bawah kepemimpinan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, kini menjadi diskursus utama di kalangan pengamat politik dan ekonomi. Meskipun bertujuan untuk mengakomodasi berbagai kepentingan politik dan menjamin stabilitas dukungan, sinyal ekspansi jumlah kementerian ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah langkah ini akan mengorbankan efisiensi pemerintahan yang selama ini didambakan?

Spekulasi mengenai penambahan pos kementerian mencuat seiring dengan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) yang menghasilkan koalisi pendukung yang sangat besar. Mengintegrasikan berbagai partai politik dan mengakomodasi tokoh-tokoh kunci dalam struktur eksekutif seringkali dianggap sebagai manuver politik yang prudent untuk memastikan stabilitas dan kelancaran program kerja. Namun, para kritikus dan ahli tata kelola pemerintahan memperingatkan bahwa efisiensi berada di ujung tanduk jika pembesaran kabinet tidak didasarkan pada kebutuhan fungsional yang riil, melainkan hanya didorong oleh motif pembagian kekuasaan.
Analisis Risiko Pembesaran Kabinet terhadap Efisiensi
Pembesaran kabinet, yang berarti penambahan jumlah kementerian dan potensi jabatan wakil menteri, membawa serta sejumlah risiko manajerial dan fiskal yang patut diwaspadai:
- Potensi Tumpang Tindih Kewenangan: Semakin banyak kementerian, semakin tinggi risiko terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi (Tupoksi) antarlembaga. Tumpang tindih ini dapat memperlambat proses pengambilan keputusan, menimbulkan friksi birokrasi, dan mempersulit koordinasi program-program lintas sektor. Efisiensi akan menurun karena waktu dan sumber daya terbuang untuk menyelesaikan konflik kewenangan.
- Beban Anggaran Negara: Setiap pembentukan kementerian baru membutuhkan alokasi anggaran operasional yang signifikan, mencakup gaji pejabat, staf pendukung, sarana prasarana, dan program kerja. Jika penambahan ini tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja dan dampak ekonomi yang setara, maka pembesaran kabinet hanya akan menjadi beban fiskal yang tidak efisien bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
- Fragmentasi Kebijakan: Kabinet yang terlalu besar dikhawatirkan dapat menyebabkan fragmentasi kebijakan, di mana setiap kementerian bergerak dengan prioritasnya sendiri tanpa integrasi yang kuat. Diperlukan upaya ekstra keras dari Presiden dan Sekretariat Kabinet untuk memastikan semua unit bergerak dalam visi tunggal dan terintegrasi, yang mana ini adalah tugas yang secara inheren tidak efisien.
Prioritas: Kebutuhan Fungsional Versus Akomodasi Politik
Para pengamat menyarankan agar Presiden terpilih Prabowo Subianto menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyusun struktur kabinetnya. Keputusan untuk menambah atau merombak kementerian harus didasarkan pada kebutuhan fungsional yang jelas—misalnya, jika ada sektor baru yang memerlukan penanganan khusus dan terpisah—bukan semata-mata didasarkan pada kebutuhan akomodasi politik pasca-Pemilu.
Baca Juga: Komposisi Komite Eksekutif Papua Terbentuk
Efisiensi pemerintahan bukan hanya tentang memangkas biaya, tetapi tentang optimalisasi hasil (output) per sumber daya (input) yang digunakan. Sebuah kabinet yang ramping dan tepat sasaran, dengan mekanisme koordinasi yang efektif, seringkali terbukti lebih efisien dan lincah dalam merespons tantangan dan krisis. Tantangan utama bagi pemerintahan mendatang adalah membuktikan kepada publik bahwa kabinet yang membesar tersebut mampu menghasilkan kinerja yang superlatif, jauh melampaui potensi inefisiensi yang melekat pada struktur yang gemuk.

1 Komentar