Megadewa88 portal,Gelombang kasus dugaan keracunan makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali memicu kekhawatiran publik, khususnya di dua wilayah padat: Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Laporan terbaru menunjukkan bahwa ratusan pelajar dari berbagai tingkatan sekolah terpaksa mendapatkan penanganan medis setelah menyantap menu yang disediakan dalam program tersebut. Insiden berulang ini bukan hanya menjadi catatan merah terhadap kualitas implementasi program, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai standar higienitas dan sanitasi di dapur penyedia.

Fokus Episenter: Bandung Barat dan Gunungkidul
Di Kabupaten Bandung Barat, kasus terbaru terpusat di wilayah Kecamatan Lembang. Tercatat sebanyak 125 pelajar dari beberapa institusi pendidikan, termasuk SMPN 4 Lembang, SDN 1 dan 2 Cibodas, SMK PNC, SDN Buahbatu, dan SDN 1 Suntenjaya, dilaporkan mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi menu MBG pada hari Selasa (28/10). Para korban menunjukkan gejala umum seperti mual dan muntah, dan banyak di antaranya yang berangsur-angsur mendatangi Puskesmas Cibodas dan RSUD Lembang untuk mendapatkan penanganan darurat. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus keracunan di Bandung Barat, yang sebelumnya telah menimpa ratusan siswa di Kecamatan Cisarua hingga mencapai angka 345 korban.
Sementara itu, dari Daerah Istimewa Yogyakarta, laporan yang masuk tidak kalah mengkhawatirkan. Di Kabupaten Gunungkidul, setidaknya 662 siswa dari dua sekolah di wilayah Saptosari diduga mengalami gejala keracunan. Rinciannya, 476 siswa berasal dari SMKN 1 Saptosari dan 186 siswa dari SMPN 1 Saptosari. Para siswa ini mulai menunjukkan keluhan seperti mual, pusing, dan diare sejak dini hari pasca-menyantap hidangan MBG. Meskipun sebagian besar tetap berangkat sekolah, kondisi ini memerlukan pemantauan ketat, bahkan sebagian kecil harus dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
Detil Gejala dan Penanganan Medis
Kasus keracunan massal kali ini memiliki pola gejala yang cukup seragam, yakni mual, muntah, pusing, dan diare. Namun, beberapa laporan dari insiden sebelumnya di Bandung Barat juga menyebutkan adanya keluhan yang lebih serius seperti sesak napas dan kejang, yang memerlukan bantuan infus dan oksigen. Respons cepat dari pihak kesehatan, dengan menyiapkan posko penanganan di GOR Desa Cibodas dan Puskesmas setempat, berhasil menanggulangi lonjakan pasien.
Di Gunungkidul, meskipun para siswa telah tertangani, pihak sekolah dan instansi terkait melakukan pemantauan intensif terhadap 33 siswa yang tidak masuk sekolah. Langkah-langkah preventif dan penanganan cepat, seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan unit terkait, menjadi prioritas utama untuk mencegah kondisi korban memburuk. Meskipun demikian, pihak berwenang menegaskan bahwa penyebab pasti dari insiden ini masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan yang dikonsumsi para pelajar.
Titik Krusial Permasalahan: Higiene dan Evaluasi Program
Dugaan keracunan berulang ini secara langsung menunjuk pada masalah serius dalam rantai pasokan dan pengolahan makanan dalam program MBG. Di Gunungkidul, Inspeksi terhadap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wilayah Planjan, yang memasok menu ke sekolah-sekolah yang terdampak, mengungkap fakta mengejutkan: dapur tersebut belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Temuan ini memicu tindakan cepat dari Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menghentikan sementara operasional dapur pemasok tersebut.
Kasus di Yogyakarta, yang melibatkan menu nasi, ayam saus barbekyu, salad, dan pisang, juga memunculkan sorotan terhadap prosedur pengolahan. Terdapat laporan bahwa jatah untuk siang hari dimasak berbarengan dengan jatah pagi, padahal seharusnya ada pemisahan waktu masak yang ketat untuk menghindari kontaminasi silang atau kerusakan makanan akibat penyimpanan yang terlalu lama.
Baca Juga: Kabar Bahagia: Biaya Haji 2026 Turun Rp2 Juta, Layanan Tetap Prim
Kerentanan sistem pengadaan dan pengolahan ini menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan orang tua dan masyarakat. Mereka mempertanyakan kualitas program yang seharusnya memberikan gizi, namun justru berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak. Desakan untuk menghentikan sementara program MBG, melakukan evaluasi menyeluruh, dan mengembalikan anggaran pendidikan untuk kebutuhan fundamental seperti peningkatan fasilitas sekolah dan kesejahteraan guru, kini semakin menguat di tengah publik. Kasus keracunan massal yang berulang ini menuntut investigasi mendalam dan perombakan drastis dalam manajemen kualitas gizi untuk memastikan keselamatan para pelajar.

Tinggalkan Balasan