Megadewa88 portal,Sektor perbankan nasional saat ini menghadapi sebuah paradoks ekonomi yang menarik perhatian para pengamat: meskipun terdapat suntikan likuiditas yang sangat besar, dilaporkan mencapai angka Rp200 triliun, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan justru tidak terdorong secara signifikan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan kritis mengenai efektivitas kebijakan moneter dan faktor-faktor struktural yang menghambat laju ekspansi kredit.

Jumlah likuiditas sebesar Rp200 triliun seharusnya menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi bank untuk memperluas portofolio pinjaman mereka. Namun, data menunjukkan bahwa dana segar tersebut cenderung tertahan di instrumen keuangan likuid atau digunakan untuk pembayaran utang, alih-alih disalurkan sebagai kredit produktif kepada sektor riil.

Para ekonom dan analis keuangan mengidentifikasi beberapa penyebab utama yang ditengarai menjadi penghalang utama. Pertama adalah kehati-hatian bank yang berlebihan (risk aversion). Pasca ketidakpastian ekonomi global, bank cenderung memperketat standar pinjaman mereka untuk menghindari potensi Non-Performing Loan (NPL) di masa depan. Kedua, permintaan kredit dari sektor riil yang masih lemah. Banyak pelaku usaha, terutama UMKM dan korporasi besar, masih menunda investasi dan ekspansi karena ketidakpastian prospek pasar dan lemahnya daya beli.

Baca Juga:Bank BJB Batalkan Komisaris Mardigu dan Helmy Yahya

Selain itu, faktor suku bunga kebijakan yang masih berada di level tinggi juga berperan dalam menahan niat peminjam. Stagnasi ini mengindikasikan bahwa masalah kredit bukan sekadar masalah ketersediaan dana, melainkan masalah permintaan, risiko, dan kondisi fundamental sektor riil yang memerlukan intervensi kebijakan yang lebih terarah dan spesifik.