Megadewa88portal,Jakarta – Lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah daerah di Indonesia memicu keresahan masyarakat. Tagihan pajak yang naik secara signifikan membuat banyak warga merasa terbebani. Di Kabupaten Pati, kenaikan bahkan mencapai 250%, sementara di Kota Cirebon angka lonjakannya di sebut hingga 1.000%. Kondisi ini menimbulkan protes dari berbagai lapisan, karena di nilai tidak sesuai dengan kemampuan bayar masyarakat.

Faktor Penyebab Kenaikan dan Dampaknya

Kenaikan drastis PBB ini umumnya terjadi akibat penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang lama tidak di perbarui. Misalnya, di Semarang, tagihan PBB naik dari Rp161 ribu menjadi Rp872 ribu. Di Jombang, warga yang sebelumnya membayar Rp300 ribu kini harus membayar hingga Rp1,2 juta. Hal serupa juga terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, akibat penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) yang terakhir di kaji lebih dari 10 tahun lalu.

Secara hukum, penyesuaian ini sah karena mengacu pada Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). Aturan tersebut memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memperbarui NJOP dan menetapkan tarif PBB hingga maksimal 0,5%. Namun, warga menilai kebijakan ini terlalu mendadak dan tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sedang menekan daya beli masyarakat.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahkan telah meminta beberapa daerah untuk meninjau ulang kenaikan PBB yang di anggap melampaui batas kewajaran. Organisasi masyarakat sipil juga menilai pemerintah daerah sebaiknya melakukan penyesuaian secara bertahap, bukan sekaligus dalam jumlah besar. Transparansi dalam perhitungan NJOP serta sosialisasi yang lebih masif juga di nilai penting untuk meredam keresahan publik.

Baca Juga : Pramono Pastikan Aktivitas Transportasi Jakarta Kembali Normal Pasca Demonstrasi

Fenomena ini menjadi peringatan bahwa kebijakan pajak harus disusun dengan memperhatikan aspek keadilan fiskal. Pajak memang menjadi sumber penting bagi pendapatan daerah, tetapi implementasinya harus seimbang agar tidak menimbulkan ketegangan sosial. Jika dilakukan secara bertahap, masyarakat bisa menyesuaikan diri tanpa merasa terbebani secara tiba-tiba.