Megadewa88 portal,GAZA – Perjuangan Palestina untuk meraih kemerdekaan dan kedaulatan penuh telah menjadi isu sentral dalam diplomasi internasional selama beberapa dekade terakhir. Meskipun banyak negara di dunia telah mengakui atau mendukung pembentukan negara Palestina merdeka, ada pula deretan negara yang secara terang-terangan menentang langkah tersebut. Penolakan ini tidak hanya didasarkan pada alasan politik, tetapi juga terkait dengan hubungan ekonomi, aliansi strategis, serta ideologi yang berbeda. Memahami posisi negara-negara ini memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai kompleksitas konflik yang berkepanjangan ini.

1. Amerika Serikat: Mitra Strategis Israel
Amerika Serikat (AS) secara konsisten menjadi salah satu penentang utama kemerdekaan Palestina. Posisi ini berakar kuat pada hubungan historis dan strategis yang mendalam antara AS dan Israel. Sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, AS telah menjadi sekutu terdekat dan pendukung finansial serta militer terbesar. Bantuan tahunan senilai miliaran dolar yang disalurkan AS ke Israel menunjukkan komitmen kuat mereka dalam menjaga keamanan dan stabilitas Israel di kawasan tersebut.
AS berpendapat bahwa kemerdekaan Palestina harus dicapai melalui negosiasi langsung antara Israel dan Otoritas Palestina. Mereka secara resmi menolak setiap upaya unilateral, seperti pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), karena dianggap tidak konstruktif. Washington juga kerap menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB untuk memblokir resolusi yang menguntungkan Palestina. Kebijakan luar negeri AS menekankan pada solusi dua negara, tetapi dengan syarat dan ketentuan yang dianggap banyak pihak menguntungkan Israel.
2. Inggris: Warisan Sejarah dan Kepentingan Politik
Meskipun Inggris memiliki sejarah yang kompleks terkait Mandat Palestina, mereka saat ini tidak secara penuh mengakui kemerdekaan Palestina. Posisi London cenderung sejalan dengan AS, yakni mendorong solusi melalui perundingan. Sikap ini sering kali dikritik karena dianggap mengabaikan warisan sejarah yang kontroversial, terutama Deklarasi Balfour tahun 1917 yang mendukung pembentukan “rumah nasional bagi orang-orang Yahudi” di Palestina.
Secara resmi, Inggris mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, namun mereka berpendapat bahwa pengakuan penuh atas negara Palestina harus dilakukan pada “waktu yang tepat” dan tidak boleh mendahului hasil negosiasi damai. Banyak yang melihat sikap ini sebagai upaya untuk menjaga hubungan baik dengan AS dan Israel, sambil tetap mempertahankan peran sebagai mediator dalam konflik.
3. Australia: Dukungan Tanpa Syarat untuk Israel
Australia, khususnya di bawah beberapa pemerintahan konservatif, telah menunjukkan dukungan kuat terhadap Israel. Posisi Canberra sering kali mencerminkan kebijakan yang pro-Israel, meskipun hal itu terkadang menimbulkan kritik dari dalam negeri dan komunitas internasional. Australia, seperti AS, menolak pengakuan unilateral atas negara Palestina dan berargumen bahwa kemerdekaan harus menjadi hasil dari kesepakatan damai.
Dukungan Australia terhadap Israel tidak hanya bersifat politis, tetapi juga ideologis. Kedua negara berbagi nilai-nilai demokrasi dan memiliki hubungan diplomatik yang kuat. Meskipun ada sebagian kecil politisi dan masyarakat yang menyerukan agar Australia lebih berpihak pada Palestina, dukungan mayoritas tetap condong ke Israel, yang tercermin dari voting mereka di forum-forum internasional.
4. Kanada: Kebijakan yang Sejalan dengan AS
Kanada memiliki posisi yang sangat mirip dengan AS terkait isu Palestina. Ottawa telah berulang kali menyatakan dukungannya untuk solusi dua negara, tetapi menolak mengakui Palestina sebagai negara merdeka di luar kerangka negosiasi. Kanada secara historis adalah salah satu pendukung terkuat Israel dan memiliki hubungan militer dan intelijen yang erat.
Baca Juga: AS Tolak Visa Presiden Palestina: Dampak Diplomasi Global
Pemerintah Kanada berpendapat bahwa pengakuan unilateral dapat merusak proses perdamaian yang sudah rapuh. Mereka lebih memilih untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina sambil tetap menjalin hubungan diplomatik yang kuat dengan Israel. Sikap ini sering kali dikritik karena dianggap kurang berani dalam mengambil posisi independen yang dapat menyeimbangkan dinamika konflik.
5. Jerman: Menjunjung Komitmen Historis
Jerman memiliki hubungan yang sangat unik dan sensitif dengan Israel. Mengingat sejarah kelam Holocaust, Jerman merasa memiliki “tanggung jawab historis” untuk menjamin keamanan Israel. Komitmen ini menjadi landasan utama kebijakan luar negeri Jerman di Timur Tengah. Meskipun Berlin mendukung solusi dua negara, mereka sangat berhati-hati dalam setiap langkah yang bisa dianggap merugikan Israel.
Jerman menentang setiap upaya untuk “menginternasionalisasi” isu Palestina di luar kerangka negosiasi langsung. Mereka berpendapat bahwa pengakuan unilateral akan melemahkan posisi Israel dalam perundingan dan berpotensi memicu ketidakstabilan. Dukungan publik di Jerman terhadap Israel juga cukup kuat, meskipun ada beberapa kelompok yang menuntut agar pemerintah lebih kritis terhadap kebijakan Israel.

1 Komentar