Megadewa88 portal,Jakarta – Mimpi memiliki hunian pribadi bagi generasi milenial dan Gen Z kini menghadapi tantangan baru yang semakin kompleks. Selain harga properti yang terus meroket dan pendapatan yang sering kali tidak sebanding, sebuah fenomena keuangan modern justru menjadi penghalang utama: utang pinjaman online (pinjol) dan Paylater. Meskipun tampak praktis untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup, akumulasi utang dari layanan-layanan ini secara tak terduga menjadi batu sandungan besar dalam proses pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR).

Equity Release - Ravenshead Independent Financial Services

Fenomena “Hidup Sekarang, Bayar Nanti”

Kemudahan akses pada layanan pinjol dan Paylater telah mengubah cara pandang generasi muda terhadap pengelolaan keuangan. Dengan hanya beberapa klik di ponsel pintar, mereka bisa mendapatkan dana tunai atau membeli barang-barang impian tanpa harus mengeluarkan uang muka yang besar. Fenomena “hidup sekarang, bayar nanti” ini menawarkan kemewahan instan, mulai dari gadget terbaru, tiket konser, hingga fesyen. Namun, di balik kemudahan tersebut, tersembunyi jebakan yang bisa berdampak jangka panjang, bahkan mengubur mimpi memiliki rumah.

Dampak Buruk Utang Konsumtif pada Skor Kredit

Ketika seorang individu mengajukan KPR ke bank, hal pertama yang akan diperiksa adalah skor kredit atau riwayat kredit mereka. Ini adalah cerminan dari seberapa baik mereka mengelola utang dan kewajiban finansial. Bank menggunakan data dari Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengevaluasi kelayakan calon debitur. Di sinilah jerat pinjol dan Paylater mulai terasa.

Baca Juga: Bukti RI-Jepang Sukses Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Meskipun nominalnya mungkin kecil, riwayat pembayaran yang buruk atau tunggakan sekecil apa pun dari pinjol dan Paylater dapat mencoreng skor kredit secara permanen. Bahkan jika tidak ada tunggakan, terlalu banyak utang konsumtif dapat dianggap sebagai indikasi ketidakstabilan finansial. Bank melihat rasio utang terhadap pendapatan dan jika sebagian besar pendapatan sudah dialokasikan untuk cicilan utang konsumtif, bank akan ragu untuk menyetujui pengajuan KPR, yang notabene merupakan utang jangka panjang dengan nominal sangat besar.

Seorang manajer kredit di salah satu bank terkemuka menjelaskan, “Kami sering menemukan kasus di mana calon nasabah memiliki gaji yang cukup untuk membeli rumah, tapi skor kredit mereka buruk karena sering telat membayar Paylater atau pinjol. Beberapa bahkan tidak menyadari bahwa aktivitas tersebut tercatat di SLIK OJK dan memengaruhi kelayakan mereka.”

Mengubah Pola Pikir dan Strategi Keuangan

Untuk keluar dari jerat ini, generasi milenial dan Gen Z perlu mengubah pola pikir mereka tentang pengelolaan keuangan. Memprioritaskan tabungan untuk uang muka rumah daripada membeli barang-barang konsumtif adalah langkah pertama.

Beberapa strategi yang bisa diterapkan:

  1. Stop Menggunakan Pinjol dan Paylater: Hentikan kebiasaan berutang untuk hal-hal yang tidak produktif. Fokus pada pelunasan utang yang sudah ada dan hindari membuat utang baru.
  2. Perbaiki Riwayat Kredit: Jika sudah ada tunggakan, segera lunasi. Jaga riwayat pembayaran bersih selama setidaknya 6-12 bulan sebelum mengajukan KPR.
  3. Mulai Menabung untuk Uang Muka: Alokasikan sebagian pendapatan secara rutin untuk tabungan khusus uang muka rumah. Ini tidak hanya mempercepat proses pembelian, tetapi juga menunjukkan komitmen finansial yang serius kepada pihak bank.
  4. Edukasi Finansial: Tingkatkan literasi keuangan dengan belajar tentang pentingnya skor kredit, pengelolaan utang, dan investasi jangka panjang.

Mimpi memiliki rumah tidak harus terkubur. Dengan disiplin dan strategi keuangan yang tepat, milenial dan Gen Z dapat mengatasi hambatan yang ada. Tantangan terbesar bukanlah harga properti, melainkan kebiasaan berutang yang tanpa disadari telah merusak masa depan finansial mereka.